Minggu, 22 Februari 2015

Receh Untuk Buku 2015

Pertama saya menemukan tentang program Receh Untuk Buku 2015 di postingannya mbak Luckty yang ada disini. Saya pikir, bakal asyik nih, kita ngumpulin receh selama satu tahun penuh, pada akhir tahun recehnya itu kita hitung dan bisa kita belikan buku!! seru bangett! :D
Akhirnya saya putuskan untuk mengikuti program ini di tahun 2015, saya juga sering dapet receh, kan lumayann, sedikit-sedikit lama-lama jadi bukit :). Semoga bisa tetap aman dan penuh sampe akhir tahun dan bisa beli buku yang saya inginkan. Aamiin :) , [biasanya suka ada godaan,diambilin dikit-dikit ><, tapi gak kok udah diniatin,kulakukan #demibukuö :))].
Oh yaa, yang punya program ini adalah mbak Maya dengan blognya yang beralamat >> disini. Bisa langsung ditengok yaa.

Oke saya akan beri tahu peraturannya bagaimana untuk mengikuti program ini. Siapa tau teman-teman pembaca ada yang berminat, iya kan??? Cusss ahh--





Ini dia persyaratannya. Disimak yaa :)

1.  Kumpulkan uang receh dari Januari-Desember 2015. 
2.  Jangan dihitung sampai akhir tahun 2015. 
3. Setelah semua uang terkumpul, belikan buku yang kamu inginkan/bukunya dihadiahkan ke orang lain. 
4. Kalau mau ikut, bikin postingan mengenai challenge ini di blog masing-masing (tidak harus blog buku) kemudian masukkan link dari postingan kamu di mr.linky, yang ada disini.
5. Pasang banner Receh Untuk Buku 2015, yang ada disini.

Semoga receh yang saya kumpulkan banyak dan terisi penuhh. \^o^/ 

Sabtu, 21 Februari 2015

MENDEKATI PENYESALAN

Kira-kira sepuluh jam yang lalu sebuah nomor tak dikenal menghubungiku. Seingatku aku tidak pernah menyebarkan atau memberi nomorku pada orang lain, apalagi yang tidak aku kenal. Aku kembali mengerjakan tugas kantorku, namun handphone ku kembali berdering memunculkan nomor yang tadi mencoba menghubungiku. Kuputuskan untuk mengangkatnya.

"Halo. Dengan Pak Bian?" Suara lembut seorang wanita yang kudengar saat menjawab panggilan tersebut.
"Iya. Benar. Maaf dengan Ibu siapa dan ada perlu apa ya?" Tanyaku tanpa basa-basi.
"Saya Siska saya menghubungi Bapak karena dapat dari kertas yang Bapak tempelkan___" aku memotong ucapannya.
"Apa Ibu menemukan orang yang saya cari?" Aku bangun dari posisi dudukku menjadi berdiri.
"Iya pak. Saya menemukannya satu minggu yang lalu"
"Syukurlah. Terima kasih,sekarang Ibu ada dimana? Biar saya segera kesana"
Setelah mencatat alamat yang diberikan oleh Ibu Siska, aku langsung memacu mobilku ketempat tersebut.

Tiga bulan yang lalu orang itu menghilang, aku sangat khawatir dan melaporkannya ke polisi, tapi tidak ada kabar dan kemajuan. Lalu aku menyebarkan selembaran kertas berisi data diri beserta foto orang hilang yang selama ini aku cari, tapi belum ada yang melaporkan. Tapi barusan aku mendapat kabar. Ah betapa bahagianya aku saat ini. Terima kasih Tuhan.

Aku memakirkan kendaraanku disebuah rumah yang sederhana. Aku melihat kertas yang kubawa dan mencocokan dengan rumah dihadapanku. Benar ini alamatnya.
Aku melangkahkan kakiku menuju pintu rumah itu.

"Permisi?" Ucapku sambil mengetuk pintu. Tak lama keluar seorang ibu berusia empat puluhan mengenakan jilbab dilanjut dengan seorang Bapak-Bapak dibelakangnya. Sepertinya itu suaminya.
"Selamat siang Bu, dengan Ibu Siska?" Tanyaku.
"Betul. Ini Pak Bian?" Jawabnya ramah.
"Iya Bu"
"Silahkan-silahkan, ayo masuk. Duduk dulu, Sebentar saya panggilkan" aku duduk di sofa merah itu. Tak lama Ibu Siska keluar dengan mendorong kursi roda.
Aku menghambur kepelukan orang yang selama ini aku cari.
"Maafkan saya Pak" pria itu hanya menepuk-nepuk pundakku.
"Maafkan saya Pak, saya lalai" sungguh aku menyesal ketika Bapak menghilang dari rumah.
"Sudah-sudah ini bukan salah kamu. Saya maafkan" kata Bapak.
Aku mendongak menatap Ibu Siska.
"Minggu kemarin saya menemukan Bapak ini di halte. Saya teringat selembaran yang saya dapat dua hari sebelum menemukan Bapak ini. Tentang data orang hilang. Setelah saya lihat ternyata mirip dengan Bapak ini. Lalu saya bawa kerumah. Saya ingin mengabarkan tapi sudah larut jadi tidak enak dan Bapak ini juga yang bìlang jangan dikabarkan dulu" ucap suami Ibu Siska.
"Iya. Kami menemukan Bapak ini juga dalam keadaan maaf kakinya sedikit pincang, lalu saya tanya kenapa, Bapak ini bilang keserempet motor. Jadi lusanya kami belikan Bapak kursi roda" lanjut Ibu Siska.
"Terima kasih Bu, Pak. Terima kasih. Saya senang sekali Bapak bisa ketemu." Ibu Siska dan suaminya mengangguk lalu tersenyum.
"Biar saya gantikan biaya kursi rodanya" tawarku hendak mengeluarkan dompet disaku tapi ditahan dengan ucapan Ibu Siska.
"Tidak Pak, tidak usah kami ikhlas membantu Bapak ini"
"Terima kasih, kalau begitu saya pamit dulu Pak, Bu. Saya harus segera memberitahukan istri saya. Sekali lagi terima kasih. Semoga kebaikan Bapak dan Ibu dibalas"
"Aamiin, sama-sama. Saya senang bisa mempertemukan Bapak ini dengan keluarganya lagi. Hati-hati ya Pak Bian"  aku hanya mengangguk.

Setelah berpamitan pada Ibu Siska dan suaminya, aku melajukan mobilku menuju rumah. Hana akan senang mendengar kabar ini. Aku melihat mobil Hana sudah terparkir didepan garasi. Lalu aku memarkirkan mobil di depan rumah, aku membawa Bapak masuk. Aku mau memberi kejutan pada Hana. Tapi Hana yang duluan keluar dan melihat kami. Dia mematung didepan pintu sebelum akhirnya berlari memeluk Bapak.

"Bapak. Maafkan aku, aku sungguh menyesal" ucapnya disela isakan.
"Harusnya aku gak melakukan itu sama Bapak, aku benar-benar menyesal Pak"
"Sudah nak, sudah. Kamu sudah Bapak maafkan dari awal. Maafkan Bapak juga membuat kalian jadi khawatir, tapi Bapak melakukan ini atas keinginan Bapak sendiri, bukan karena kamu"
"Mulai sekarang Hana akan berhenti bekerja dan mengurus Bapak dirumah. Hana sadar Pak kalau Bapak segala-galanya. Hanya Bapak dan Mas Bian yang Hana punya sekarang" Hana terus menciumi tangan Bapak.

Aku tak percaya mendengar ucapan istriku yang akan Resign dari kantor. Kebahagiaanku bertambah. Aku teringat mungkin Bapak keluar dari rumah karena mendengar perbincangan aku dan istriku saat itu. Walaupun hanya sekedar opini.

Flashback...

"Hana kenapa kamu? Sedang ada masalah?" Tanyaku, karena melihat Hana yang diam bergelut dengan pikirannya.
"Aku mau bicara nih mas"
"Ya tinggal bicara saja, ada masalah di kantor ya?"
"Bukan,bukan dikantor tapi dirumah"
"Kenapa dengan rumah kita?"
"Ini masalah Bapak"
"Ada apa dengan Bapak?"
"Aku terpikir gimana kalau Bapak kita titipkan di panti jompo" aku terkejut dengan pendapatnya itu.
"Kamu kok berpikir seperti itu? Kamu nggak boleh begitu dengan Bapakmu sendiri Hana. Aku tidak setuju!" Aku Sangat tidak setuju. Opini macam apa itu?
"Tapi ini untuk kebaikan Bapak mas"
"Kebaikan apanya? Itu sama saja kamu menelantarkan orang tuamu sendiri!"
"Ini demi kebaikan Bapak mas, aku sayang sama Bapak. Dia selalu dirumah tidak ada yang mengurusnya. Kita kan sama-sama pulang kantor itu tidak selalu sore saja kadang ada malamnya. Kan kasihan Bapak"
"Rasa sayang jenis apa itu? Kalo kamu kasihan dan sayang sama Bapak seharusnya kamu tidak mengeluarkan opini seperti itu, menitipkan Bapak dipanti jompo. Menurut aku lebih baik kamu yang resign dari kantor, jadi kamu fokus dirumah dan merawat Bapak. Biar aku saja yang mencari nafkah, toh memang itu tugasku sebagai kepala keluarga"
"Tapi aku gak bisa ninggalin kantor gitu aja mas"
"Jadi kamu lebih bisa ninggalkan Bapak sendiri dirumah daripada meninggalkan kantormu?"
Setelah mengucapkan itu istriku seperti menyadari dia termenung.
"Bapak itu orang tua kita, aku sudah menganggap Bapak seperti orang tuaku juga, aku sudah merasakan tidak enaknya hidup tanpa orang tua Han, dan kamu gak boleh bersikap seperti itu. Nanti kalau kita punya anak dan kamu sudah lanjut usia kamu akan diperlakukan seperti itu juga, dititipkan dipanti jompo. Kamu mau?"
Dia hanya menggelengkan kepala.
"Hukum karma itu ada Hana" aku menegaskannya kembali.
"Aku sampai kapanpun tak akan menyetujui opini anehmu itu!"
"Apa yang mas katakan benar, aku salah. Tidak seharusnya aku seperti itu" syukurlah kalau dia menyadari apa yang akan dia lakukan itu salah. Dan kini dia terisak.
"Akan kuusahakan aku akan resign secepatnya mas, tapi berikan aku waktu"
"Ya baguslah. Aku lebih suka kamu kerja dirumah sebagai ibu rumah tangga yang sebenarnya. Sudahlah jangan menangis"
Setelah aku nasihati malam itu juga istriku menyadari semua ucapannya yang salah. Aku bersyukur dia tidak akan melakukan hal aneh itu. Dan dia akan mencoba resign dari kantornya.

Tapi yang tak diinginkan terjadi. Seminggu setelah percakapan aku dan istriku tentang opini gila itu, Bapak menghilang. Kami sangat panik dan khawatir melihat keadaan Bapak yang sudah lanjut. Kami baru bisa melapor kepolisi setelah 2x24 jam. Kami menunggu kabar dari polisi tapi tak ada. Seminggu sudah berlalu tapi Bapak belum juga ditemukan. Aku lalu membuat selembaran tentang ciri-ciri Bapak beserta fotonya. Hari demi hari kami menunggu dalam penantian. Tapi belum ada kabar tentang Bapak. Istriku larut dalam kesedihan, setiap hari dia menangisi Bapak. Hingga tadi pagi aku mendapat telpon dari seseorang yang menemukan Bapak.

Flashback end

Dan kini aku sangat bahagia kami telah berkumpul kembali.

"Bapak kenapa bisa duduk dikursi roda?" Tanya Hana, ah iya aku lupa memberitahunya kalau Bapak keserempet motor.
"Ah ini, waktu itu pas Bapak mau nyebrang Bapak gak lihat dari arah kanannya, jadi Bapak keserempet motor deh"
"Maafkan aku pak, ini semua salah aku. Aku sayang sama Bapak tapi caraku salah. Mulai sekarang aku akan menyayangi dan merawat Bapak dengan cara yang benar. Maafkan aku Pak"
"Sudahlah. Maafkan Bapak juga jika selama ini Bapak selalu menyusahkan dan merepotkan kamu dan Bian. Kemarin itu Bapak hanya ingin meringankan bebanmu saja"
"Tidak Pak. Bapak tidak menyusahkan saya maupun Hana. Sudah kewajiban kami mengurus Bapak. Kami senang jika ada Bapak dirumah" ucapku, memang benar jika ada Bapak atau Orang tua di rumah, rumah akan terasa lebih hangat.
"Iya Pak, benar kata mas Bian"
"Sudah malam. Bapak istirahat dulu ya" tawar Hana dengan senyuman menghiasi wajahnya. Bapak hanya mengangguk.

Setelah mengantarkan Bapak kekamar, Hana kembali menghampiriku.

"Makasih ya mas. Aku akan merawat Bapak dengan penuh sayang dan cinta, juga dengan cara yang benar" janjinya dengan senyuman.
"Aku juga makasih. Kamu tidak melakukan hal itu, dan aku juga senang jika kamu akan resign dari kantor"
"Iya mas"

Hampir mendekati penyesalan bagi kami jika tidak menemukan Bapak. Aku sangat bersyukur hal yang tidak diharapkan itu tak terjadi. Aku percaya bahwa hukum karma itu ada, baik sekarang atau nanti. Jika kita melakukan sesuatu pada orang tua akan terbalas. Baik dibalas baik, dan buruk dibalas buruk.
Terima kasih Tuhan.

~end~

Cerita ini diikutsertakan dalam GA Kalimat Pertama.

Senin, 16 Februari 2015

ALLY - ALL THESE LIVES

Pada tanggal 18 Januari lalu saya melihat postingan mbak Arleen di twitter, yang mengadakan tantangan untuk menjadi First Commentator Ally untuk buku Ally All These Lives terbitan Gramedia Pustaka Utama. Tapi saya baru mendaftar pada tanggal 22 Januari, karena sebelumnya akun gmail saya tidak dapat membuka file dalam bentuk apapun. Tapi walaupun mendaftar di hari akhir, saya sangat senang dan berterimakasih pada mbak Arleen karena masih diberikan kesempatan untuk menjadi First Commentator Ally. :))


Ally - All These Lives


Oleh : Arleen A
GM 401 01 15 0001
Diterbitkan pertamakali oleh : Penerbit Gramedia Pustaka Utama
Anggota IKAPI 2014
www.gramediapustakautama.com
Editor : Dini Novita Sari
Desain Sampul : Iwan Mangopang
ISBN 978 - 602 - 03 - 0884 - 5
264 hlm ; 20cm

Saat melihat pertama dari covernya saya suka, eye catching dan begitu menarik dengan gambar seorang wanita yang sedang berjalan dan terdapat empat tempat yang berbeda. Mungkin ditempat itu terjadi sesuatu hal yang penting dalam kehidupan si wanita. Karena setiap tempat punya cerita.

Buku ini mengisahkan tentang seorang gadis bernama Ally. Awal kisah ini bermula saat Ally berusia sepuluh tahun, ketika pada jum'at siang Ally sedang duduk didapur dan berbicara pada mamanya, sedangkan sang mama tengah mengeluarkan seloyang kue kering cokelat dari dalam oven. Tiba-tiba sensasi menggelitik seperti kesemutan muncul, seperti ada semut yang berjalan, tapi tidak ada semut disana. Tidak apa-apa. Dan secara tiba-tiba semuanya___ Hilang.
Seluruh yang ada didekat Ally menghilang termasuk mamanya. Ally terperangkap dalam dalam sebuah ketidak beradaan. Tidak ada yang bisa dilihat.
Kemudian walaupun agak buram dipenglihatan Ally semua kembali sama, namun ada satu hal yang berbeda, muncul seorang anak laki-laki berambut merah dan mamanya bilang anak laki-laki yang dihadapannya adalah adiknya. Ally sungguh terkejut tak percaya karena ia tahu bahwa ia anak tunggal, lalu kenapa mama mengatakan anak laki-laki itu adalah adiknya.

Waktu terus berlalu, hingga Ally telah beranjak dewasa. Dia sudah SMA saat ini. Disaat ia sudah menerima adiknya yang bernama Albert itu, hal itu kembali terjadi, sensasi yang menggelitik seperti kesemutan. Ketika ia sedang duduk di sofa memangku laptopnya , semuanya tiba-tiba hilang, dan ketika ia kembali tidak ada yang berubah disekitarnya. Namun ada sesuatu yang sangat mengejutkan dan tidak diharapkan terjadi.

***

Menurut saya membaca dua bab pertama dari buku ini sangatlah menguras rasa ingin tahu saya. Sebenarnya apa yang terjadi pada kehidupan Ally?, mengapa Ally mendapatkan sensasi yang menggelitik itu?, dan tiba-tiba menghilang lalu kembali ke keadaan semula tapi berbeda. Apakah Ally mengalami halusinasi?, atau Time Traveller?, atau masih banyak atau dan atau yang lainnya?
Banyak pertanyaan di benak saya yang tidak terjawab karena hanya membaca dua bab pertama buku ini.

Buku ini sangat menarik sama seperti covernya, dari awal saya membaca, saya sangat suka dan membuat saya ingin membaca terus, membuka lembar demi lembar halamannya. Ditambah dengan gaya penyampaian cerita yang dibawakan penulis mirip seperti novel terjemahan. Dan saya suka itu! :D
Jujur saya sangat dibuat penasaran dengan cerita ini, dan ingin membacanya secara keseluruhan, sehingga dapat menjawab berbagai pertanyaan dalam benak saya.

Terimakasih sekali lagi untuk mbak Arleen yang memberi saya kesempatan ini. :)